Sejak zaman dahulu kala, Bumi Nusantara telah menjadi kawasan rawan gempa bumi dan tsunami. Sudah ratusan bencana gempa bumi terekam, yang paling diingat khalayak luas bisa jadi adalah gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh di penghujung 2004 silam. Kondisi ini wajar terjadi, mengingat Indonesia merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik sekaligus, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Dari waktu ke waktu, tiga lempeng tektonik tersebut acapkali bergesekan satu sama lain. Hasilnya tidak tanggung-tanggung: para ahli geologi di sebuah seminar ahli geologi di Jakarta pada tahun 2014 menyebutkan setidaknya ada 80 sesar (patahan) aktif yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Artinya, daerah-daerah yang terpapar sesar aktif itu dapat kapan saja diguncang gempa bumi. Jika gempa tersebut terjadi di bawah laut, maka bisa menimbulkan tsunami.
Dari 80 sesar aktif tersebut, yang paling besar adalah Sesar Semangko yang melintasi Pulau Sumatera dan Sesar Palu Koro yang melintasi Pulau Sulawesi. Di mata publik, Sesar Semangko sudah banyak dikenal karena keaktifannya dalam memproduksi gempa bumi yang merenggut korban jiwa di Sumatera. Dari serangkaian peristiwa gempa darat yang sering terjadi di Sumatera, banyak kota di pulau tersebut yang sudah mempelajari mitigasi bencana kegempaan.
Lain halnya dengan Sesar Semangko, Sesar Palu-Koro kurang begitu dikenal oleh khalayak publik. Padahal, sesar yang membujur dari Laut Sulawesi di bagian utara melewati lembah Palu dan lembah Koro, hingga bermuara di Teluk Bone bagian selatan ini juga memiliki sejarah kegempaan yang tak kalah hebatnya. Menurut Mudrik R. Daryono, ahli gempa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, salah satu contohnya adalah gempa bumi berkekuatan 7 SR yang terjadi pada 1909 di Sulawesi Tengah. Namun demikian, pengetahuan masyarakatㅡkhususnya yang tinggal di kawasan yang dilalui Sesar Palu-Koroㅡmengenai kerawanan sesar aktif ini masih terbilang minim, termasuk mitigasi bencana kegempaannya.
ACT-Skala Segera Adakan Ekspedisi Palu-Koro
Di tengah minimnya sosialisasi dan edukasi mengenai potensi kegempaan di kawasan yang dilalui oleh Sesar Palu-Koro, Aksi Cepat Tanggap bersama Perkumpulan Skala menginisiasi program Ekspedisi Palu-Koro. Ekspedisi ini nantinya akan mengungkap potensi bencana gempa dan tsunami di wilayah Sulawesi, terutama wilayah yang berada di atas jalur Sesar Palu-Koro yang membentang dari Teluk Palu hingga ke Teluk Bone.
Penandatanganan kerja sama strategis jangka panjang dalam bidang mitigasi bencana antara ACT dan Perkumpulan Skala tersebut berlangsung pada Jumat (3/3). Ekspedisi Palu-Koro menjadi program kemitraan pertama bagi kedua belah pihak. Bersama dengan peneliti yang tergabung dalam Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Asia Pacific Alliance for Disaster Management, ACT dan Perkumpulan Skala akan meneliti Sesar Palu-Koro di Sulawesi yang memiliki potensi gempa-gempa tua yang merusak. Tidak hanya itu, hasil ekspedisi nantinya juga akan didokumentasikan untuk kepentingan edukasi mitigasi bencana.
“Itu bukan sekadar ekspedisi, nanti kita juga akan membuat media kampanye mitigasi bencana, salah satu contohnya adalah film dokumenter tentang model mitigasi gempa-gempa yang merusak, khususnya yang terjadi di jalur Sesar Palu-Koro,” ungkap Insan Nurrohman selaku Vice President ACT.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Trinirmalaningrum atau yang akrab disapa Rini. Direktur Perkumpulan Skala iniㅡsebuah perkumpulan yang bergerak di bidang riset dan kampanye untuk program pengurangan bencana dan pembangunan berkelanjutanㅡberpendapat bahwa dokumentasi dan hasil riset menegani Sesar Palu-Koro masih sangat sedikit. Kalaupun ada, hasil penelitian tersebut masih bersifat ilmiah, bukan populer yang dapat dimengerti oleh masyarakat awam.
“Itulah kenapa kami lantas punya ide untuk melakukan ekspedisi Palu-Koro. Kami rasa bermitra dengan ACT merupakan langkah awal yang tepat karena ACT sendiri sudah lama bergelut di bidang kebencanaan. Kami berharap sinergi ini akan menghasilkan program yang lebih kreatif lagi ke depannya,” tuturnya, sesaat sebelum penandatanganan nota kesepahaman antara ACT dan Perkumpulan Skala.
Syuhelmaidi Syukur, Senior Vice President ACT yang kala itu turut menandatangani nota kesepahaman tersebut menyampaikan, pihaknya sangat menyambut baik program kerja sama tersebut. “Perkumpulan Skala merupakan mitra yang ahli dalam bidang riset nasional. Kami rasa kemitraan yang erat dengan segala pihak itu perlu, apalagi ini tentang kebencanaan. Harapannya kerja sama pertama ini berlangsung baik dan menghasilkan output yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Rencananya, Ekspedisi Palu-Koro akan dilaksanakan pada April mendatang. Selain mengungkap potensi bencana gempa dan tsunami, ekspedisi ini juga akan mengungkap keindahan alam, kekayaan sumber daya alam (tambang), keunikan budaya serta flora dan fauna di wilayah yang dilalui Sesar Palu-Koro.